Minggu, 24 Juli 2011

TUGAS
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
KEBUDAYAAN BUGIS

DI SUSUN OLEH :
PUSPITA SARI
P10.752
DOSEN : DRS. LA DUPAI, M.Kes

TINGKAT ID
AKBID PELITA IBU KENDARI
2010

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN PERKAWINAN ADAT BUGIS
Pihak laki-laki mendatangi rumah pihak perempuan untuk menanyakan kepada orangtua perempuan, apakah anak perempunnya sudah mempunyai calon atau belum? jika jawabannya belum maka baru diadakan pembicaraan antara kedua pihak
Setelah diadakan pembicaraan, pihak laki-laki mendatangi kembali rumah pihak
perempuan untuk melamar.
Dalam melamar harus ada pembicaraan mengenai mahar yang dipinta oleh pihak
perempuan, termasuk juga uang yang akan diberikan dan juga berupa bahan pokok.
Satu minggu sebelum acara pernikahan calon pengantin perempuan dilarang untuk
keluar rumah dan ibunya memberikan ketan hitam dan telur rebus sepiring yaitu
sebagai tanda bahwa dia telah dilamar.
Kedua calon pengantin terpisah tempat sebelum akad nikah.
Setelah satu minggu maka malam harinya diadakanlah acara Bersanji dan calon
pengantin perempuan disuruh untuk membaca Alquran yang dibimbing oleh ayahnya.
Setelah acara tersebut selesai maka dilanjutkan kembali acara “Mabbedda’ dan
Meppacci” yang mana “Mabbedda” artinya keluaga dekat dari calon pengantin
perempuan memberikan ucapan selamat beserta hadiah yang berupa kado atau
undangan dan memberikan bedak sedikit ke wajah calon pengantin perempuan dan begitu
juga dengan “Mappacci” memberikan Inai ke telapak tangannya, begitu seterusnya
secara bergantian.
Besok paginya baru diadakan akad nikah. Sebelum akad nikah calon pengantin laki-laki
dan keluarganya mengantarkan Serah-serahan yang mana Serah-serahan tersebut
didalamnya harus ada sandal, beberapa kosmetik, beberapa pakaian dalam, handuk,
buah-buahan dan sarung yang dibentuk seperti burung yang mana di paruhnya
diletakkan sebuah cincin dan yang terpenting adalah “Sompah” yang artinya
perjanjian tanah yang akan diberikan kepada calon pengantin perempuan setelah
menikah.
Ketika pihak laki-laki datang mengantarkan Serah-serahan, cepat-cepat
keluarga dari pihak perempuan menjemput kedatangannya dengan sambutan berupa
musik genderang dan silat.
Setelah akad nikah kedua pengantin berganti pakaian yaitu pakaian adat Sulawesi
Selatan “BAJU BODO”.
Selanjutnya kedua pengantin turun ke panggung untuk menemui para tamu sampai
selesai makan siang, setelah itu para tamu ke panggung untuk memberikan
ucapan selamat dan memberikan hadiah berupa kado atau undangan dengan diiringi
musik.
Setelah itu kedua pengantin masuk kerumah kembali dan berganti pakaian.
Setelah berganti pakain kedua pengantin pergi ke rumah pihak laki-laki untuk
menemui mertuanya yang disebut “MEROLA”, pengantin dilarang berjalan tetapi
digendong oleh keluarganya sendiri. Setelah sampai di rumah mertua kedua pengantin
di hamburkan beras sebelum memasuki rumah.
Didalam Merola ada yang namanya “MEMMETOA”yang artinya keluarga dekat dari
pengantin laki-laki secara bergantian memberikan ucapan selamat kepada kedua
pengantian dan memberikan kado atau undangan.
Setelah acara memmetoa selesai, kedua pengantin harus pulang ke rumah keluarga
perempuan sebelum menjelang malam. Kedua pengantin berganti pakaian kembali
dan melanjutkan acara pesta malam sekitar pukul 20.00 sampai 22.00. setelah jam
22.00 kedua pengantin masuk kembali kerumah untuk berganti pakaian bebas dan
ikut bergabung bersama dalam pesta malam bebas atau pesta panitia.
Besok malam, diadakan kembali Bersanji dan setelah selesai, semua hiasan yang ada
dirumah dibuka. Dilanjutkan kembali acara pembubaran panitia dan setelah itu
pembukaan kado.
Dalam pembukaan kado dan undangan ada hal yang harus diperhatikan adalah semua kado
diambil oleh pengantin dan membagikannya kepada para panitia sedangkan undangan dibagi
dalam 2 tahap
- Tahap pertama : Undangan dalam acra Mabbedda, Mappacci dan Merola diambil
oleh pengantin
- Tahap kedua : Undangan dari para tamu yang di panggung diambil oleh ibu dari
pengantin perempuan

















ASPEK SOSIAL BUDAYA BERKAITAN DENGAN HIBURAN KHUSUS ADAT BUGIS



MATTOJANG merupakan permainan masyarakat Bugis yang berasal dari kata tojang. Dalam bahasa Bugis lain, mattojang juga disebut mappare dari kata pere.
KATA tojang dan pere mempunyai arti sama yaitu ayunan. Jadi mattojang merupakan permainan ayunan atau berayun.

TUJUAN MATTOJANG
Pada umumnya, mattojang diselenggarakan dalam memeriahkan pesta tertentu, seperti pesta panen, pernikahan, dan kelahiran bayi.
Dalam masyarakat Bugis tradisional, permainan itu diselenggarakan kalangan bangsawan atau raja atau penguasa adat. Kehadiran permainan itu tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan masyarakat Bugis kuno.
Menurut mitos yang melatarbelakangi penyelenggaraan permainan itu bertujuan mengingatkan kembali prosesi diturunkannya manusia pertama yaitu batara guru dari botting langi atau kayangan ke bumi.
Batara guru diturunkan ke bumi dengan tojang pulaweng atau ayunan emas. Batara guru kemudian dianggap sebagai nenek moyang manusia dan merupakan nenek dari Sawerigading, tokoh legendaris yang terkenal dalam mitos rakyat Bugis. Kemudian berkembang dalam bentuk permainan sebagai tanda syukur atas berhasilnya panen.

BAGAIMANA MEMAINKANNYA...?
Mattojang, terdiri atas dua batang kelapa atau bambu betung dengan tinggi 10 meter untuk tiang ayunan. Tali yang terbuat dari kulit kerbau dililit dan panjangnya sedikit lebih pendek dari tiang ayunan.
Tudangeng merupakan tempat duduk yang terbuat dari kayu. Kemudian peppa yaitu alat penarik ayunan yang terbuat dari rotan atau tali sabut yang panjangnya tiga sampai beberapa meter. Salah satu ujung peppa dikaitkan ke bagian bawah larik.
Mattojang dilakukan minimal tiga orang. Seorang berayun dan dua lainnya menarik dan mengayun-ayunkan kemuka dan ke belakang silih berganti. Pengayunan itu disebut padere. Di Desa Pacekke, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, peserta mattojang harus berusia 40 tahun ke atas.
Adapun tinggi tiang yang digunakan sekira tujuh meter. Seluruh peserta wajib mengenakan pakaian adat, seperti baju bodo. Pemain baru dianggap menang jika berhasil menjatuhkan lepak-lepak (makanan seperti buras) yang sengaja diikat di tali ayunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar